Pentingnya Service dalam Marketing

Studi kasus: Fotokopi N

Gw dapet tugas Pemasaran Interaktif untuk membuat sebuah response paper berdasarkan buku yang ditentukan oleh dosen. Hari senin yang lalu (7-9-09), gw sudah dengan sangat puyengnya mencari itu buku ke mana-mana yang membawa gue pada satu tempat foto kopian, sebut saja foto kopian N, yang kebetulan menyediakan buku itu.

Sebenarnya, dari awal gue dan teman gue merequest untuk difotokopikan buku yang gue inginin gue udah ngerasa sifat tukang fotokopian yang tidak ramah. Mereka tidak menyambut pesanan kita dengan antusias dan malah bersifat ogah-ogahan (gue bahkan merasa mereka terganggu dengan kehadiran dan permintaan kami). Aneh sekali. Dimana-mana pedangang kalo ada pelanggan biasanya senang...

Well, pada akhirnya mereka janji lusa akan selesai. Itu juga dengan tanggapan ketus dari seorang pegawai yang mukanya dari pertama gue liat udah serasa ngajak perang. Dia bilang, "Terserah. Yang penting jangan besok."

Kalau kita sebagai manusia normal yang paling tidak menguasai aritmatika dasar dan memiliki persepsi sama bahwa 1+2=3, kalau dibilang lusa terhitung dari tanggal 7, berarti selesainya tanggal 9 kan? Nah, karena gue masih merasa orang normal dan bisa berhitung, datanglah gue dan teman gue pada tanggal 9 dengan perasaan lega karena akhirnya kita bisa mengerjakan tugas yang deadline-nya besok (tanggal 10). Si mas-mas nyolot itu malah bilang dengan santainya sambil sedikit tertawa:
"Lho? Kamis kan bilangnya waktu ini? Nggak bisa kita selesain sekarang, banyak kerjaan." HEY! I don't care! That's your business!
dan kita lihat buku pesanan kita bahkan nggak disentuh sama sekali. Memang gue juga salah sih waktu itu nggak bawa notanya untuk nunjukin, "Oi, geblek! Harusnya udah selesai sekarang!"

Karena gue udah kesel banget dan ketakutan dikejar deadline tugas trus gue bilang, "Ya udah deh, mas! Fotokopiin bab 1 sama 2nya aja deh dulu. Penting banget buat tugas dikumpul besok! Besok saya balikin lagi buat digabung sama sisanya trus dijilid!"

Mas-masnya yang agak muda dan polos bengong, yang nyolot pura-pura sibuk ngerjain sesuatu.

"Ngerti nggak?! Jadi kalian foto kopi aja sisa babnya, besok fotokopian ini digabung sama sisanya tinggal dijilid aja."

Dia manggut-manggut.
Trus kita tinggalin sebentar sambil keliling nyari flashdisk, mouse, dsb. Pas kita balik, fotokopian yang CUMA 2 bab itu belom selesai juga! Ya sudah, karena perlu banget kita tungguin. Terus habis itu, dia sodorin kita sambil bilang, "5 ribu satunya".
"LAH?! Kan saya udah DP 50 ribu!!! Ngapain saya bayar lagi?!"
Trus si mas-mas sinis yang nyebelin dateng, "Mending mbak buat yang ini bayar aja, buat bukunya lain."
"Kenapa harus gitu?" gue udah ga ada sabar-sabarnya lagi.
"Soalnya beda."
"Apanya yang beda?" nada gue uda sinis abis. Pantes buat itu orang.
"Programnya beda."
"Program apanya?"
"Itunya... blablabla" dia bergumam nggak jelas sambil menjauh.
Gue merasa nggak usah ngeladenin orang itu. Gue ngerasa nggak ada yang beda dengan foto kopian biasa. Tintanya nggak berubah jadi emas. Orang itu cuma bisanya asal ngomong tanpa ngerti apa-apa. Dia kira gue bego?! Mungkin gue bahkan lebih ngerti mesin fotokopinya dibanding dia! Yang dia pikirin tu cuma uang, uang, uang aja! Nggak tau malu! Kalau gue jadi dia, gue nggak bakal berani ngomong soal uang karena gue tau sebenernya gue yang salah.

Besoknya gue dan teman gue dateng lagi ke sana. Sebelumnya, mengingat kita harus datang lagi ke tempat itu aja udah malesnya minta ampun. Dan ternyata... BUKUNYA NGGAK DISENTUH SAMA SEKALI!
"Nggak bisa ditungguin sekarang. Perlu diblok lagi, blablabla. " Muncul istilah fotokopian yang nggak pernah gue denger dari tukang fotokopian manapun.
"Iya, kan mbak bawa bab 1 dan bab 2 nya." Dia menyalahkan kita yang notabene KONSUMEN! Customer! Dan dia menyalahkan kita yang nggak ada salah apa-apa!

Lha?! Kenapa nggak lo kerjain sisanya?! Bukunya kan ada di elo?!!

Trus, akhirnya teman gue menyodorkan nota dan menyuruh salah satu mas di sana buat tulis sendiri kalo jadinya bakal besok. Dia tanda tangan dan menulis namanya sambil ia eja, "I-M-A-M" seakan-akan menegaskan ke kita kalau itu bukan salah mereka dan ia berani tanggung jawab.

Bagus, pikir gue. Kalau sampai besok nggak jadi juga, gue akan scan itu nota dan gue publish di sini.

Dari pengalaman buruk gue dengan tempat foto kopi nyebelin itu, gue mendapat persepsi:
  1. Mereka nggak profesional. Terlalu banyak excuse (which is konsumen nggak mau tau!), dan nggak mau tanggung jawab atas pekerjaan mereka.
  2. Mereka nggak niat kerja. Liat aja dari tampang dan kinerja mereka yang lambat. Belum lagi tempatnya berantakan banget. Gue aja dikasi lembar nota yang kusut kayak habis dipake nimpuk orang.
  3. Mereka nggak bisa menghargai konsumen. Bersifat sinis dan nggak melayani dengan sepenuh hati. What could be worse than that?
  4. Bikin emosi! Bikin gue nggak mau balik! Tiap mau kesana bawaannya mau perang aja!
Keputusan gue?
Ya nggak mau balik lagi ke sanalah! Nggak akan pernah! Gila aja!

Analisis:
Fotokopian N tersebut sama sekali tidak merespon tren marketing saat ini, di mana terjadi pergeseran paradigma yang dulu biasanya mereka berorientasi untuk menjual barang atau jasa dan mendapat profit setinggi-tingginya, tapi sekarang lebih kepada bagaimana membuat konsumen nyaman dengan pelayanan yang baik. Starbucks, McD, KFC, Airlines, Telkomsel, dan masih banyak industri lainnya sekarang mulai berfokus pada bagaimana membuat pelanggan nyaman dan senang sehingga bisa menimbulkan long term relationship dengan pelanggannya dan membuat mereka menjadi loyal customer. Hal tersebut dikarenakan jauh lebih sulit untuk mendapatkan konsumen baru. Salah satu cara yang efektif, ya itu! Dengan cara memegang dengan kuat konsumen lama dan mencegah mereka beralih ke brand lain, apalagi karena alasan tidak puas atau kecewa. Bahkan gue akan lebih memilih belanja di toko kecil tapi mbaknya ramah dibanding toko besar yang nggak bisa ngehargain gue sebagai konsumen.

Tapi apa yang dilakukan fotokopi N tersebut malah kebalikannya. Mereka terkesan mengusir pelanggan jauh-jauh dari tempat usaha mereka. Gue sebenernya nggak masalah kalau bukunya nggak selesai hari ini, asalkan mereka ngasi taunya dengan baik-baik, senyum, pokoknya memperlakukan kita dengan baik. Nggak usah memperlakukan kita kayak raja, cukup ramah saja. Tapi mereka sama sekali nggak punya itikad baik untuk itu. Mungkin karena bargaining position mereka besar (mereka fotokopian yang menyediakan buku-buku untuk jurusan gue) makanya mereka berani bertingkah seperti itu.

Kalau gue sudah kerja dan punya cukup uang, gue akan bikin satu fotokopian tepat di sebelah mereka dan menyediakan jasa yang sama selain fotokopi (menyediakan fotokopi buku jurusan gue), tentunya dengan memperbaiki aspek-aspek dimana usaha fotokopian N itu telah gagal, seperti service! Dengan itu, gue akan bunuh usaha fotokopian N itu.

Ups, gue lupa.
Sebelum dibunuh, bakalan kolaps sendiri kok. Dengan pelayanan kayak gitu, mereka malah akan membunuh usaha mereka sendiri. Liat aja ntar.

0 komentar:



Post a Comment